Novel : Rectangle Love


REGTANGLE LOVE
Marcelina Lydia Fortuna Dewi Simamora


BAB 1  DEWI FORTUNA

“Aku cinta padamu,,sungguh,,” ehm…lagu yang berasal dari suara nan merdu penyanyi asal timor, glenn fredly ini mengingatkanku pada seseorang nun jauh di negeri orang yang tentunya sangat aku rindukan. Entah seberapa besar rasa rinduku,hingga aku tak sanggup mengungkapkannya lagi. Aku hanya ingin kembali memeluknya,kembali tertawa bersamanya dan merasakan kehadirannya disisiku sekali lagi. Aku ingin dia ada disini,saat ini,bersamaku. “Aku cinta padamu,sungguh,mestikah ku ulangi dari mulutku sendiri aku cinta padamu, kasih...”

Dia yang memberikan sebuah rasa yang begitu mendalam, rasa  yang takkan pernah kulupakan seumur hidupku. Rasa yang membuat hari-hariku penuh warna, dan yang kusuakai, aku bisa menjadi seperti apa yang kuingini dihadapannya. Tapi kini dia jauh, kepergiannya ke belahan bumi bagian barat untuk menuntut ilmu setelah kami lulus dari SMA, dan tentu saja membuatnya tidak lagi mengisi hari-hariku tidak lagi ada disampingku, meskipun aku tahu cintanya akan terus bersinar untukku. Masih terbayang dibenakku saat aku harus melepas tangannya, merasakan pelukannya di dalam mobil yang dikendarai pak mimin supir keluarganya, dimana kami menuju kosku setelah selesai menonton film pada malam perpisahan kami, dia memelukku dari belakang hingga aku tidak dapat melihat wajahnya yang saat itu baru kurasakan bahwa ia menangis. Semua itu masih tergambar jelas diingatanku.
          “Kamu nangis?” tanyaku saat itu, diantara keremangan malam . Aku berfikir selama dua tahun kami pacaran ini adalah kedua kalinya aku melihat dia menangis, pertama saat kami bertengkar hebat dan aku hendak memutuskan hubungan kami dan malam ini.
          ”hemm... aku ingin memeluk kamu begini seterusnya,” jawabnya pelan dibalik telingaku, ia mencium pipiku dan aku bisa merasakan air matanya dengan sangat jelas. ”aku sayang kamu wi,” ujarnya lagi sambil mempererat pelukannya
          ”Aku tahu, aku juga,” aku merasakan cintanya yang begitu tulus, begitu nyata untukku,hanya untukku. Tapi saat itu aku tidak meneteskan air mata sedikitpun, entah mengapa rasanya air mataku mendadak mengering, rasanya aku tidak mampu mengatakan apa-apa lagi, aku hanya merasakan pelukannya dan ciumannya untuk yang terakhir kalinya.

Masa-masa SMA telah berlalu, kembali kulalui hari yang monoton seperti biasa,kampus,kos,kampus kos,dan bergitu seterusnya. Tidak ada yang special,hanya teman-teman yang datang silih berganti dalam hidupku tanpa memberikan kesan yang cukup mendalam. Heii,,jangan fikir kalau aku adalah orang yang kuper alias kurang pergaulan. Aku punya banyak teman, bahkan yang berasal dari semua fakultas di kampusku. Aku kuliah di sebuah Institut swasta yang cukup terkenal, yang memiliki mahasiswa lebih dari 6000 orang. Bukannya bermaksud sombong tapi aku sungguh dikenal sebagai seseorang yang sangat periang dan aktif di kampus. Banyak teman yang bilang bahwa hidupku terlihat sungguh menyenangkan,seperti tanpa beban dan tidak pernah dirundung masalah. Ya, itulah aku, aku tidak suka menangis di depan orang lain, apalagi jika aku harus bersikap murung di depan orang lain, lebih tepatnya aku benci dikasihani. Seperti apa yang kurasakan saat ini, aku merasa sepi dan sendiri, aku begitu merindukan kekasihku yang berada begitu jauh setelah hubungan kami yang menginjak tahun kedua, bahkan melebihi rasa rinduku pada orang tuaku tapi aku tidak ingin mereka mengasihani rasa kesepianku. Aku ingin mereka mengenalku sebagai seorang Dewi yang periang. Orang tuaku yang berasal dari Sumatra Utara dan Bali memberiku nama Dewi Fortuna, nama yang indah bukan. Alasannya sih karena aku adalah buah hati yang memberikan mereka keberuntungan pertama, ya karena aku anak pertama,hehehehe…




BAB 2 CHRIZTOPHORUS CEDRIC

Jerman, Negara yang menjadi pijakanku saat ini. Negara yang penuh dengan charisma yang tinggi. Bahagia rasanya bisa tiba disini dengan selamat, bisa melihat negara yang menjadi tempat tujuanku. Tapi tentu saja berat rasanya melepaskan begitu banyak kenangan indah disana, kenangan indah yang sungguh aku peroleh melalui perjuangan yang membuatku sedikit takut untuk kutinggalkan. Saat ini aku hanya bisa memandang keluar apartemenku, memandang begitu banyak lampu yang berkelap-kelipdi luar sana. Berlin adalah kota yang sibuk, baik siang maupun malam, sibuk namun teratur dan tertata rapi dan tentunya aku kembali terkagum kagum untuk kesekian kalinya sejak hari pertama aku menginjakkan kaki disini.

Tiba-tiba seseorang mengetuk pintu kamar apartemenku,
            ” Hei bro, gw nggak bisa tidur nih, tonight so cold,” ujar Johan teman satu apartemenku yang juga berasal dari Indonesia. ”Do you miss your family?”
            ”Yah, pastinya,” jawabku setelah mempersilahkannya masuk.
            ”By the way kita belum kenal jauh, gw Johan Praswanto asal Jakarta, we are in same studentkolleg here,” ujar Johan seraya merapatkan jaketnya. Memang saat ini mendekati musim dingin dimana suhu disini mencapai XX .
            ”Gw Cedric, Chriztophorus Cedric, asal Yogyakarta,”
            ”Gila wong jogja toh, gw pikir dari nama lo, lo ada turunan bule ya, apalagi lo tinggi banget ced,” ujar johan setengah melongo     
            ” Hahaha, enggaklah, gw jawa asli, bokap orang bandung dan nyokap orang jogja, tapi orang tua gw tinggalnya sih di makassar, kalo soal nama sih , itu obsesi nyokap gw ama xxxx, seorang xxx.”
            ”Gile nyokap lo gaul amat ya, eh siapa tuh di foto, cewek lo? Cantik juga, chubby gitu, lo berdua jadi keliatan kayak angka sepuluh,hahahahha” Johan menunjuk sebuah foto kenangan terakhir dari wanita yang sangt kucintai. Aku sama sekali tidak sakit hati mendengar kata-katanya, karena aku selalu bangga memiliki pacar yang begitu mengerti diriku.

Malam itu sangat menyakitkan bagiku, beberapa kali aku terus memikirkan, apakah berangkat ke berlin adalah pilihan terbaik dalam hidupku. Tapi ia terus memberikan semangat untuk meraih cita-cita ku. Ada pepatah yang mengatakan laki-laki pantang untuk mengeluarkan air mata, mungkin itu yang membuatku tidak pernah mau memperlihatkan air mataku padanya. Tapi malam itu aku tidak bisa lagi memebendung rasa sedihku berpisah dengannya. Aku merasakan aroma tubuhnya yang begitu khas, aroma cherry yang sangat aku sukai, saat aku memeluknya.
            ”hemm... aku ingin memeluk kamu begini seterusnya,” itulah yang terlintas difikaranku malam itu. Aku takut untuk melepaskan tubuh wanita yang selama hampir setahun lebih menemani dan mengisi hari-hariku. Aku ingin memeluknya menciumnya dan itulah yang kulakukan. ”aku sayang kamu wi,” Dan hanya dengan kata-kata itulah aku bisa menunjukkan kasih sayangku yang terakhir kali padanya, dan ia menjawabku pelan ”Aku tahu, aku juga,” sakit, sungguh sakit tapi aku tahu ini semua demi kebaikan kami.
Suara teriakan goool dari mulut Johan membuyarkan seluruh lamunan indah sekaligus menyakitkan itu. Dan aku sadar sekarang aku disini, aku harus berhasil dan suatu saat aku akan kembali untuk membahagiakan dia, Dewi, Dewi Fortunaku, tunggu aku disana aku akan datang menjemputmu saat waktunya tiba.


BAB 3  FERRERO REYNALDI

Fuiihh.... aku menghempaskan badanku pada satu-satunya sofa empuk di studio latihan yang Cuma berukuran ...x... . Yaap,,aku baru saja selesai latihan band, band yang selalu menjadi kebanggaanku semenjak masuk ke dalam dunia kampus. Capek sihh apalagi harus latihan sampai tengah malam seperti saat ini, maklum jadwal kuliah yang padat membuat aku dan teman-temanku Cuma punya waktu latihan sekitar jam sembilan ke atas. Itupun jika tidak ada yang ngaret. Kadang masih ada yang punya jadwal praktikum sampai jam sembilan, ditambah ganti baju,makan dan ngobrol, latihan baru diimulai pukul sebelas. Aku mencoba memejamkan mata dan tiba-tiba aja aku teringat janjiku untuk menelpon Ayu, pacar yang sudah kutinggalkan hampir tida tahun karena kami kuliah di kota yang berbeda.
Tuuutt... tuuuut.... tuuutt...
Apa Ayu sudah tidur ya, melirik jam tanganku  yang menunjukkan pukul 01.10, ”udah pagi, mungkin udah tidur,” gumamku sambil menatap fotonya yang kujadikan screen saver HP ku. Kangen juga melihat senyumnya yang sangat mahal itu, tapi itulah yang memebuatku selalu tertantang untuk mendapatkan Ayu dan membuatnya tersenyum.
Tiba-tiba sebuah sms masuk Ayu!
            ’ np mas? Ru sls latian?’
Aku membaca sms singkat itu dan mengerjit, ternyata dia belum tidur, apa dia nungguin aku?
            ’iy,bru sls latian, maaf gak bisa telpon,kok belum tidur yank?’
Aku tersenyum dan menanti balasan seperti apa yang akan kuterima.
            ’yank,yank,peyank?! sy lg ngerjain tgs,deadline besog mas’
Hahahha...tuhh bener kan, Ayu memang paling gak suka dikasi embel-embel yank,say,hun,beibh atau apalah sejenisnya. Dia memang beda.
            ’tugas?awas sakit lho....tp...blh ku tlp?’
Sungguh aku merindukan suara wanita tercantikku ini.
            ’duhh sy sibug ni mas, bsog2 aj ya,g papa qhan?’
Hehm... sudah kuduga, iya memang tidak menungguku, itulah Ayu, dia paling benci segala sesuatu yang berbau romantis. Pikirannya selalu logis dan tegas. Mungkin bagi sebagian orang, pacaran dengan Ayu adalah sesuatu hal yang paling membosankan, karena iya tidak akan pernah suka dikirimi kata-kata indah, ia juga tidak akan mau diajak ke mall hanya untuk sekedar nonton atau makan apalagi untuk diajak candilight dinner dan dikasi bunga,boneka atau coklat, Ayu anti dengan semua itu. Aku pernah mencobanya dulu, pada tahun pertama kami pacaran, dan ia marah besar padaku, katanya aku hanya mengehambur-hamburkan uang yang jelas-jelas bukan hasil jerih payahku. Sungguh dia memang berbeda.
            ’yauda deh, tp jgn ampe sakit ya... mas kangen km... ;)’

Itu semua bukan gombal aku memang sangat merindukannya, sudah hampir sebulan aku tidak mendengar suaranya. Ayu memang cuek, tapi aku tahu dia menyayangiku. Nyatanya hubungan kami bisa awet hingga saat ini menginjak tahun kelima kami pacaran. Aku bisa memastikan itu karena di tahun kedua kami pacaran, lebih tepatnya saat-saat kami akan berpisah,karena aku harus kuliah di luar Yogya, Ayu yang berdarah keraton dan menganut tata krama ketimuran yang selalu dipegangnya erat memperbolehkan aku mencium bibirnya untuk pertama kalinya, dan malam itu kami sungguh terbawa suasana, kami hanya berdua di rumah Ayu yang begitu besar dan memiliki aksen jawa ”banget” sementara seluruh keluarganya pergi menjenguk tantenya di Solo dan Ayu memilih tidak ikut karena tidak enak badan. Saat aku benar-benar tidak tahu apa yang aku lakukan, aku sedang meastikan badannya tidak panas, namun jarak kami yang terlalu dekat membuatku tidak tahan untuk tidak menyentuk bibir mungilnya. Aku mencondongkan badan dan ia tidak menolakku seperti apa yang selama ini dia lakukan, dia membiarkan aku mencurahkan semua hasrat yag selama ini kupendam malam itu. Karena memang selama dua tahun pacaran untuk memegang tangannya saja aku harus minta ijin dulu. Namun,saat kami sama-sama sudah terbawa suasana, aku tersadar kalau aku nyaris saja menghancurkan masa depan gadis yang sangat aku cintai. Aku sadar dan aku menyudahi segalanya, aku menarik diri dan mengubur hasratku dalam-dalam, Aku mencintainya bukan karena nafsuku, tapi aku memang mencintainya dan ingin membuatnya bahagia.
            ”Maaf,” hany itu yang bisa keluar dari dalam mulutku saat itu, aku duduk disampingnya. Ayu hanya diam, aku tahu ia memandangku, tiba-tiba tangannya menyentuh wajahku dan memalingkan ke arahnya. Dia tersenyum dan mencium keningku. Tidak terpancar sinar marah ataupun nafsu dari matanya.
            ”Aku tahu mas,” ujarnya sambil memandangku lurus penuh cinta. Aku menyentuh wajah itu sekali lagi dan memeluknya erat.
            ”Mas nggak akan buat kamu kecewa, biarlah semuanya terjadi pada waktunya nanti,” balasku masih merasakan pelukan terakhirnya malam itu. Sungguh malam terindah dalam hidupku. Dan aku yakin bahwa Ayu memang mencintaiku.
           


BAB 4 KANJENG AYU ANGELA DIAH PUSPANDARI

Aku tidak membalas sms mas Aldi yang terakhir, ia pasti sedih, aku tahu itu.  Tapi aku juga tahu ia pasti bisa mengerti dengan semua keadaanku, termasuk tumpukan laporan yang memang belum selesai kukerjakan dari jam lima sore tadi. Meskipun ia kuliah di jurusan tekhnik tapi ia punya jiwa musisi yang kuat dan mungkin itulah yang membuatnya terkadang ehm... melankolis. Bukannya aku tidak suka, hanya saja aku tidak terbiasa dengan semua itu. Waktu SMA banyak teman-teman yang bilang aku beruntung dapetin mas Aldi. Mas Aldi adalah gitaris band sekolah yang memiliki banyak fans di sekolah, mungkin karena suaranya yang merdu ditambah wajahnya yang tentunya membuat para kaum hawa tidak akan tahan untuk tidak meliriknya. Aku sendiri sempat kaget saat ia menembakku seusai pensi sekolah tepatnya saat kami sama-sama duduk di kelas dua SMA. Jujur saja aku bukan anak yang cukup dikenal di sekolah meskipun aku berdarah keraton dan tentu saja menurutku itu semua memang tidak penting.

Pernah aku mencoba mengikuti arah kemelankolisan mas Aldi, aku mencoba memberinya kebebasan untuk melakukan apa yang selama ini aku tahu ingin dia lakukan seperti layaknya temen-temenku yang sedang pacaran. Aku tahu saat itu dia akan pergi jauh dan aku tidak akan bisa melihat matanya yang teduh serta  wajah putih mulusnya lagi. Dia memang narsis, dan terkenal cukup playboy tapi selama aku menjalin hubungan dengannya toh dia sangat sopan padaku. Meskipun memang pernah beberapa kali ia mencoba mencuru kesempatan untuk memeluk dan menciumku dan tentu saja selalu kutolak. Aku tidak terlalu suka hubungan fisik. Aku merasa mencintai seseorang tidak perlu selalu diungkapkan dengan hubungan fisik. Dan akhirnya ia menyerah, sejak itu saat ia hendak memegang tanganku sekalipun ia akan meminta ijinku. Dan aku suka itu darinya. Ia bisa mengerti prinsipku. Ya dan saat itu, saat malam terakhir perpisahan kami, aku mencoba merenggangkan prinsipku dan mencoba mengikuti arah kemelankolisannya, seperti yang kubilang tadi. Tapi semuanya nyaris salah, aku tidak tahu bagaimana cara menghentikan detak jantungku yang begitu menggebu-gebu, perasaan yang tidak pernah kurasakan sama sekali. Dan aku yakin dia begitu mencintaiku. Malam itu aku merasa untuk pertama kalinya menjadi seorang wanita yang cukup romantis. Dan biasanya aku benci itu. Aku tahu semuanya salah, tapi seandainya kesalahan itu berlanjut aku tida akan pernah menyesal. Namun mas Aldi tahu yang terbaik untukku, aku tahu dia laki-laki yang bertanggungjawab dan dewasa. Dan aku memang tidak pernah salah untuk mempercayakan hati dan jiwaku padanya.

BAB 5 FIRST LAYER

Aku tidak pernah membayangkan kalau hari-hariku yang sungguh membosankan akan berubah seratus delapan puluh derajat. Lagipula tidak pernah terlintas dalam fikiranku bahwa takdir akan memberiku suatu rasa indah yang sangat kurindukan, rasa indah yang dulu pernah kumiliki, tapi rasa indah itu juga menyakitkan. Dia…, seorang pria yang sungguh mengagumkan, seseorang yang sungguh membuat hatiku bergetar sejak pertama aku melihatnya, Ferero Reynaldi. Seorang senior dua tingkat di atasku yang sungguh membuatku terkagum saat memandang wajahnya. Menurutku Tuhan sungguh memberikan ukiran terbaik dalam wajahnya dan ia membuatku sungguh penasaran. Tidak berhenti sampai disitu, setelah aku mencoba lebih mengenalnya, ternyata ia ketua Tim Musik di sebuah Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) di kampusku sekaligus gitaris dari sebuah band kampus yang cukup digandrungi. Tentu saja ia kembali membuatku terkagum-kagum dengan kepiawaiannya bermain alat musik khususnya gitar dan keyboard. Sungguh laki-laki yang patut dikagumi. Dan ternyata keindahannya itu tidak hanya tertangkap olehku. Banyak mahasisiwi baik senior maupun angkatanku yang juga  tertarik padanya bahkan mencoba mengungkapkan perasaan mereka padanya. Kukira itu semua wajar karena ia memang pantas mendapatkannya. Yang jadi masalah adalah statusnya. Tenyata ia bukanlah seorang pria lajang, bukan berarti ia sudah menikah, tapi ia sudah memiliki kekasih. Sebagai seorang musisi ternyata ia tipe laki-laki yang cukup setia, Aku mendengar dari teman-temanku yang juga tertarik padanya, bahwa ia tidak pernah menerima setiap mahasisiwi yang mengungkapkan isi mereka padanya dengan alasan,ia masih sangat sayang pada kekasihnya meskipun hubungan mereka adalah hubungan jarak jauh alias Long Distance Relationship. Its so Romantic, right??!!

Ehm… aku semakin penasaran dengan makhluk indah satu ini. Untuk lebih tau tentangnya aku masuk ke dalam Tim Musik bahkan melamar menjadi vokalis band-nya, yang notabene baru saja ditinggal lulus oleh vokalis mereka. Band kak Aldi (itu nama panggilanku untuknya) memang terdiri dari mahasisiwa berbagai tingkat mulai dari kak Aldi sendiri dan kak Didi yang seangkatan dengan kak Aldi yaitu angkatan 2007 berada di posisi gitar 1 dan drum, kak George dan kak Randri angkatan 2008 pada keyboard dan gitar 2, serta Adven yang sengakatan denganku yaitu angkatan 2009 pada posisi bass. Vokalis mereka kak Jane yang baru saja lulus adalah angkatan 2006, sehingga saat ini band yang bernama Camp itupun sibuk mencari vokalis yang sesuai dengan aliran musik mereka dan tentunya bergender wanita karena dari turun temurun khusus posisi vokalis dalam Camp selalu diisi oleh wanita. Banyaknya mahasiswi mendaftar tidak membuatku gentar. Aku tahu banyak dari mereka mendaftar dengan alasan utama sama denganku yaitu supaya lebih dekat dengan kak Aldi, bahkan sebagian dari mereka jelas-jelas bersuara sumbang dan tidak suka bernyanyi. Namun aku tetap mecoba dan ternyata sesuai dengan namaku, dewi fortuna  selalu bersertaku, aku akhirnya mendapatkan kesempatan untuk mengenalnya lebih jauh. Sungguh aku sangat bahagia, hingga rasanya ingin selalu tersenyum saat mengingat kak Aldi memandang dan bertanya padaku saat audisi.
          “ Dewi Fortuna, nama yang unik, dan gw harap bisa memberikan keberuntungan pada kami,” ujarnya sambil tersenyum ramah dan tentunya super dasyat meskipun wajahnya menyiratkan seraut ekspresi lelah. Seketika itu juga kurasa jantungku hampir saja loncat keluar karena saking gugup dan terpesona.
“lo mau nyanyi apa nih?” tanya seorang cowok berkulit kuning langsat bersih dengan rambut kriting yang bernama George.
“Lagunya I will Fly-Ten2five kak,” jawabku setengah gugup. Entah lagu itu cocok atau tidak dengan aliran musik mereka yang kutahu bukanlah tipe musik keras atau rock. Aku sendiri kurang paham tetang musik, aku hanya suka bernyanyi dan kebanyakan lagu yang kunyanyikan adalah lagi pop yang lagi hits. Aku pernah melihat Camp manggung saat acara kampus dan aku dan mereka membawakan lagu Wordplay-Jason Miraz. Jadi aku pilih saja lagu yang memang aku hapal tetapi tentunya tidak terlalu mellow.

Setelah aku selesai bernyanyi, kelima laki-laki yang ada di depanku saat itu tampak berunding, entah apa yang mereka rundingkan aku tidak terlalu jelas mendengarnya, karena mataku masih terpana pada kesempurnaan fisik yang dimiliki oleh kak Aldi. Sungguh tubuhnya tegap, berotot yang tidak berlebihan dan kulitnya tampak putih bersih, jauh lebih putih dari kulitku. Saat itu ia mengenakan kaos casual berwarna hitam dan celana jeans yang rapi, sungguh rapi. Dan satu keindahan lagi yang kutangkap, bahwa bibirnya sungguh sexy.
          “Dewi..,”panggil kak Didi yang berbadan kurus dan berkacamata. “Kami disini sungguh ingin tahu apa alasan lo melamar untuk jadi vokalis Camp,apakah karena lo memang suka bernyanyi atau ada alasan lain?”
Wow…pertanyaan yang sungguh menjebak. Tentu saja aku tidak mungkin mengatakan bahwa alasanku melamar menjadi vocalis Camp karena aku ingin berada lebih dengan dengan kak Aldi, tidak, sungguh tidak mungkin.
          “Saya memang suka bernyanyi kak, jadi saya fikir akan lebih baik jika saya mencoba menyalurkan hobby saya ini di kegiatan kampus daripada terbuang percuma hanya sebagai penyanyi kamar mandi,” ujarku berusaha sesopan mungkin sambil  tersenyum. Dan setelah sekian detik kulihat kak Aldi serta personil band yang lain juga tersenyum mendengar jawabanku, entah karena geli atau apa aku tidak tahu yang pasti kurasakan saat itu, ada sebuah aura positif dibalik senyuman mereka, dan benar saja, kurang dari 48 jam kemudian aku melihat namaku terpanpang di mading UKM band sebagai vokalis baru Camp. Woow,,that amazing, aku sungguh senang hingga tidak tahu bagaimana harus mengungkapkannya. Sebenarnya aku tidak pernah memiliki keinginan yang terlalu muluk, seperti teman-temanku yang bermimpi menjadi kekasih kak Aldi. Aku hanya ingin mengenalnya lebih dekat, lagipula aku juga masih punya kekasih, aku hanya ingin tahu seperti apa sebenarnya makhluk indah ciptaanNya ini.



BAB 6 EHM…. WHO??
Kenapa mereka semua memandangku sih, kenapa nggak ada yang kayak Jane. Jane nggak pernah memandangku dengan tatapan seakan aku ini permen atau coklat yang sangat lezat, ia memandangku sebagai teman. Aku tahu, dari dulu memang banyak orang bilang aku punya wajah yang tampan dan punya ketertarikan tersendiri, tapi ya nggak harus gitu juga kan cara mereka melihatku. Mereka semua, cewek-cewek yang kadang memang sih menurutku tidak jelek, tapi mereka jadi berkesan gampangan.

Cewek itu masuk ke ruang pertemuan kampus yang kami sulap sebagai ruang audisi. Seorang mahasiswi angkatan baru yang menurutku unik. Aku pernah melihatnya di kantin kampus sedang tertawa lebar dengan teman- temannya, ekspresi wajahnya aneh, senang namun seperti ada sesuatu yang ia sembunyikan, suatu perasaan yang cukup dalam. Entah karena kebetulan atau apa, aku terus bertemu dengannya di kampus. Dan saat itu ia pasti sedang tertawa. Tapi pernah sekali aku mendapatinya menatap jauh, matanya tampak menerawang jauh, tapi sedetik kemudian dia sudah tertawa kembali bersama teman-temannya, sungguh gadis yang unik.

Sekarang ia ada di hadapanku, tampak gugup, tapi tidak ada pandangan menggelikan seperti cewek-cewek tadi di matanya. Aku membaca namanya dan tertegun sesaat Dewi Fortuna, namanya juga unik, bukannya ini artinya ratu keberuntungan. Hemm... anak ini membuatku sungguh penasaran. Dan aku tidak pernah menyadari perasaan seperti apa yang kurasakan saat ini.

Saat semua proses audisi selesai, kami semua berembuk tentang siapa yang akan kami pilih
            ”Gue siapa tuh namanya cewek yang tinggi agak gemuk, dewi fortuna ya,” ujar Didi, saat dimintai pendapat sambil melihat lagi nama para pendaftar.
            ”Gue juga ah,” sahut Adven,si bontot di band kami.
            ”Idem bos,” Randri menyahut , sementara George  hanya manggut-manggut tanda setuju.
            ”Lo gmana Al?” tanya Didi padaku
            “Its OK, she is great,” jawabku, sambil kembali teringat wajahnya yang tetap saja membuatku penasaran tentang sesuatu yang aku sendri tidak tahu apa itu.

BAB 7 CIHUY... MY LUCKY DAY ^__^

Hari ini adalah, hari pertama kalinya aku menginjakkan kaki ke ruang studio Camp. Dari luar terdengar gelak tawa para personil Camp dan tentu saja hal itu membuat jantungku tambah,dag dig dug dueeerr...
          ” Eh, dewi,,masuk wi, ” sapa kak Aldi pertama kali, saat aku membuka pintu dan melongo ke dalam ruangan yang tidak terlalu luas dan dipenuhi oleh alat-alat musik tersebut.
          ”I..iya kak,” jawabku gugup. Sungguh ini buakannya dibuat-buat,seumur hidup aku memang belum pernah menjadi vokalis band.
          ”Nyante aja wi,kita udah nungguin lo daritadi,,hari ini kita nggak latihan kok,mau pengakraban aja nih ama vokalis baru,” ujar kak George sambil tersenyum menggoda.

Akhirnya hari itu kami habiskan dengan bercerita panjang lebar mulai dari biodata singkatku hingga perjalanan Camp selama ini. Bagaimana anak-anak Camp berusaha mencari penerus Camp dengan memasukkan junior-junior baru yang memiliki tanlenta di bidang musik setiap kali ada personil yang akan lulus, tentu saja untuk mempertahankan Camp yang terkenal sebagai band kampus yang paling yahud.

(Bersambung...............)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar